Social Icons

Pages

Wednesday, July 1, 2009

Tentang tangkai yang kucuri buatmu (sebuah tulisan yang kutemukan di kompi)

Ditulis oleh faizmh™ di/pada Juli 1, 2008

Apa khabar? 

Sore ketika aku tulis ini, udara agak sejuk, setelah siang seperti biasa menghantam kepala dengan denyut pening dan bau asap knalpot. Barangkali kamu tidak mengalaminya, jika aku pada posisimu mungkin aku juga akan pilih tetap di ruang ber-AC itu, dulu pun sesekali jika melempar pandang ke luar, suka begidik dengan panas yang terlihat begitu garang. Sepertinya siang tidak cuma siap menggoreng tubuh kita, tapi juga pikiran dan hati. Tambahkan asap jalanan, deru mesin, dan teriakan orang riuh, maka tak seorangpun yang kelaparan di jakarta akan bisa menenangkan hatinya dengan mudah.
Pada saat itu, aku ingin segera berlari ke kamarku. Hm, kamarku tidak sesempit kamar kostku yang dulu. Aku bisa lebih nyaman berteduh, lari dari panas jalanan. Dulu, kamarku tidak seperti sekarang. Kecil, cuma buku, CD program dan berkas2 berserak. Tapi sering aku temukan pikiranku lebih mudah bekerja diantara serakannya. Seperti suasana carut marut yang suka bikin rindu. Kamarku dulu ada beranda kecil, yang jika sore hujan gerimis sering menggiring rasa ‘nglangut’. Malamnya aku bisa nongkrong di atas genting, sesekali menghirup kopi panas, sementara hujan sore yang sudah berhenti mungkin masih menyisakan bau tanah basah.Hm…, Tuhan kita itu, begitu mudah mengirimkan puisi keangungan-Nya pada saat seperti itu. Dan biasanya rasa syukur jadi begitu mudah diucapkan. Kamar kecilku yang lama, mungkin aku pernah cerita sesekali, dan 5 tahun aku tinggal di tempat itu dengan bahagia, :)
Aku tidak menyangka kemudian aku bertemu kamu. Tentu bukan suatu kebetulan. Rasanya tidak ada yang begitu tiba-tiba. Tapi memang segala sesuatunya terjadi begitu saja. Ada yang kemudian terasa hangat dan dekat. Kamu bilang, aku berhasil menjebakmu. Aku rasa tidak demikian, aku bahkan yang merasa terjebak dengan pesonamu. Aku tidak menyalahkanmu, karena toh itu aku lakukan dengan sadar. Apakah kemudian kita beroleh kegembiraan? Aku tidak tahu pasti, tapi jika yang kamu maksud dari rasa dekat, ‘ya’. Tapi aku juga bisa merasakan kegetiran itu. Kita ada di dunia normal yang tidak menghendaki cara seperti itu. Hidup hanyalah menunda kekalahan, begitu kata Chairil Anwar. Kamu percaya itu?
Apakah cinta? Apakah bahagia? Mungkin kita bukan jenis yang pandai bersyukur. Hingga tidak semua isyarat cinta-Nya bisa kita terjemahkan dengan sempurna. Aku masih ingat bibirmu yang mengeluh ragu ketika kusentuh pertama kali. Kita sudah melampaui batas dunia dan angan-angan. Begitu ingin rasanya kubenamkan rinduku di dadamu, kita hirup semua napas tualang.
Aku tak pernah berani bermimpi apapun tentangmu, sudah aku buang keberanian semacam itu. Dulu aku percaya semua angan, petir yang bisa menyambar dimanapun, lalu kita bisa mengejarnya tanpa peduli apapun. Ah, itu cuma nonsens, hanya ada di buku roman picisan. Pada saat ini, kita sedang bertempur dengan rindu jahanam, mencoba terus bertahan setia. Meski kamu anggap aku lebih mudah menanam dan membuang mimpi kapanpun, aku bukan seperti itu. Barangkali kamu akan mencibir sinis saat ini. Kalau saja aku bisa seperti itu. Aku sedang mencoba menanam bunga di kebun kecilku. Semua hanya untuknya. Tidak, kamu tidak mencurinya, karena aku sendiri yang mencurinya beberapa tangkai ketika aku antarkan padamu waktu itu.
Jakarta sudah mengubah kita jadi semacam ini. Barangkali kita adalah parodi. Sebab sementara dunia sekitar kita begitu riuh, nanar dan gugup dengan demokrasi dan Jakarta terus sibuk membunuh hati orang2 di perutnya, kita malah lari. Ada sebuah ruang dimana kita kemudian tak merasa cukup lagi bicara. Ketika kegetiran dan rasa gamang malah membuat kita serasa begitu dekat. Ketika kita sadar, segalanya seperti sudah terlambat. Perasaan asing itu, sudah menyelusup begitu jauh. Tak semudah yang kita perkirakan ketika harus membuangnya.
Maafkan aku. Di luar jendela, langit kelam, tak ada bintang. Barangkali sebentar lagi hujan, tak akan kulihat lagi senyummu, merekah sempurna seperti ketika kukenal pertama dulu. Kali ini tak ada lagi puisi, tinggal sangsi dan rindu yang makin basi. 

Jakarta, Mei 2001
-wanderer- 

nb: aku sedang menutup tulisan ini, ketika sms datang darimu, tentang rindu yang asing itu. Adakah masih kukirimkan getar terlarang itu padamu, sayang?
“Sorry…, but I miss you”. I am missing you too, dear.

No comments:

Post a Comment

 

Sample text

Sample Text

English French German Spain Italian Dutch
Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Sample Text


SELAMAT DATANG

Ini adalah bagian dari website www.faizperjuangan.com, milik Faiz Mudhokhi. Sebelum menjadi Guru BK di SMKN 3 Yogyakarta, Faiz bergelut di dunia Marketing Communication, event organizer, dan creative concept event. Faiz ingin tetap bisa share dan diskusi dengan teman-teman tentang bidang yang tetap menjadi "kegiatan sampingan" Faiz. Silahkan berikan saran/pertanyaan melalui faiz@faizperjuangan.com